Aku hanyalah gadis biasa, yang hidup disebuah
pedesaan yang asri nan indah, aku Aisyah, gadis kecil yang bercita-cita yang
sangat mulia “ Guru “ satu kata itulah yang tepat untuk mendeskripsikan
cita-citaku. Agar cita-citaku yang mulia itu dapat diraih aku pun harus
menempuh pendidikan yang tinggi. Pendidikan yang sudah ku raih adalah SDN Sp.
A5 Musi Banyu Asin, SMPI Cipasung Jawa Barat, MAN Cipasung Jawa Barat, IAIN
Raden Fatah Palembang.
Perjalanan yang sungguh melahkan untuk sampai kepada
tujuan yang menjadi cita-citaku, namun dengan tekad yang kuat dan bulat aku
jalani tahap demi tahap dari jenjang pendidikan. Ketika SD aku melewati masa
indah itu bersama dengan keluarga tercinta, atas saran yang di berikan kedua
orang tuanya untuk melanjutkan studinya kejenjang yang lebih tinggi yakni SMP
ke sebuah Pondok Pesantren yang terletak
di sebuah desa kecil di Tasikmalaya. Sedih memang berada jauh dari kedua orang
tua bahkan tidak ada sanak saudara. Sering sekali aku mengeluh akan
ketidakbetahan yang ku rasakan, ku tekan beberapa nomer yang ada di wartel yang
tersedia disana .
Aisyah : Assalamu’alakum
Bapak : wa’alaikumsalam
Aisyah : pak aku enggak betah tinggal disini ?
gimana kalau aku pindah aja ?
Bapak : dengarkan bapak kak “ panggilan untuk ku “
keputusan yang kamu ambil saat ini adalah murni keputusan kamu, kan bapak
dengan ibu sudah pernah bilang kalau di pesantren itu seperti disebuah penjara,
jadi cobalah untuk bertahan demi sebuah cita-cita yang mulia, memang benar kami
yang menyarankan kamu untuk melanjutkan kesebuah pondok pesantren. Namun tetap
saja keputusan akhir ada di kamu, dan kamu yang memutuskan untuk tinggal disana
dan sekarang kamu harus memegang konsekuensinya.
Aisyah : hm… iya sudahlah pak kalau itu solusi yang
bapak sarankan, kakak juga nggak bisa apa-apa lagi, udah dulu pak.
Wassalamu’alaikum.
Bapak : wa’alaikumussalam.
Akhirnya
dengan nasihat yang diberikan oleh ayahanda dan ibunda tercinta, ia memutuskan
untuk tetap berada di Ponpes tersebut walau dengan ketidakbetahan yang ia
rasakan. Lama kelamaan ternyata enak juga hidup di Ponpes, disini banyak sekali
yang bisa dijadikan sebuah pelajaran untuk sebuah kehidupan, ada banyak
sahabat, guru dan kiayi yang dikenal. Disini teman pun bisa dijadikan saudara
dan tempat berbagi seakan kita mempunyai saudara. Akibat dari jampi-jampi yang
diberikan oleh para kiyai dan guru “Allahumma Paksaken“, dari pepatah yang
diberikan itulah aku mencoba untuk memaksakan segala sesuatu yang tidak membuat
aku tidak betah disana.
3 tahun sudah aku menjalani masa pendidikan Sekolah
Menengah Pertama, setelah menjalani proses evalusi ia pun dinyatakan lulus. Satu masalah pun muncul mau
melanjutkan sekolah dimana ?. Saat itu kedua orang tua ku menjemputku untuk
pulang dan mencari sekolah dan pesanteren dengan suasana yang berbeda. Aku pun
pulang dengan kesedihan yang sangat mendalam, bagaimana tidak, pesantren ini
bagaikan rumah kedua bagi kehidupanku, dan sekarang aku harus meninggalkan
rumah tercinta. Sedihnya bukan main namun aku tetap harus melanjutkan
cita-cita. Babak baru dalam kehidupanpun dimulai, aku memulai perjalanan dari
kota tasik menuju Bandung, sesampai di dago yang merupakan daerah dari kota
Bandung, kamipun sampai disebuah Pesantren Darussalam, dago merupakan daerah
yang indah apalagi disana banyak pegunungan dan puncak-puncak, namun sayangnya
ketika sampai pada Ponpes Darussalam entah kenapa Pondok itu tak mengena
dihati, bukan karena tempatnya tak indah tapi rasanya hati ku tidak berkenan
tinggal disana.
Setelah selesai dari Ponpes itu, kamipun pergi ke
sebuah rumah makan, disana aku, tika, ayah, ibu beserta keluarga yang lain,
duduk untuk memesan makanan, namun aku tercengang ketika melihat harga dari
makanan-makanan yang ada, harganya mahal banget, huuuuuuuuhhh melihat harganya
yang mahal itu rasanya perut ku yang lapar itu pun sudah kenyang dengan
sendirinya, yang makan hanya ayah dan pamanku. Perjalananpun kami lanjut ke
Bogor, disana aku dan keluarga menemukan Pesantren yang mempunyai system yang
sangat bagus, bahkan setiap santri tidak diharuskan membayar apapun dari
fasilitas yang telah disediakan, namun lagi-lagi sangat disayangkan Pesantren
ini tidak mempunyai sekolah, jadi hanya Pesantrennya masih bersifat salafi.
Jadi dengan sangat berat saya memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah
disana.
Masih dilingkungan Bogor juga, kami mengunjungi
Pesantren yang berciri khas Modern, karena di Pondok ini lebih menekankan pada
bahasa, sebenarnya aku merasakan kenyamanan disini, namun aku belum memutuskan
ia untuk berada di Ponpes ini. Kamipun pamit untuk melanjutkan perjalanan
pulang.
Setiba dirumah akupun terus berfikir, langkah apa yang
harus diambil dalam menentukan sekolah mana yang harus aku ambil, akupun
memutuskan untuk kembali ke Tasik. Memasuki fase ketiga dari perjalanan sekolah
yakni MAN, tidak sulit bagiku untuk beradaptasi, karena aku memang berasal dari
Ponpes ini, hanya saja aku masih perlu beradaptasi dengan teman baru. Masa MAN
pun kulalui dengan tidak mudah, banyak rintangan yang harus dilewati, namun aku
harus kuat demi cita-cita yang mulia.
6 tahun aku lalui dengan suka dan
duka di pondok ini, perpisahan yang kedua kalipun terjadi, kesedihanpun kian
mendalam, rasa berat meninggalkanpun semakin terasa, rasanya ingin melanjutkan
ke Perguruan Tinggi di Ponpes ini saja, namun aku tidak boleh cengeng aku harus
kembali ke Sumatera Selatan, aku harus melanjutkan sekolah disana. Keinginan
untuk melanjutkan sekolah ke IAIN Raden Fatah Palembang atas keinginanku
sendiri.
Tiba saatnya aku memasuki IAIN, babak barupun aku
mulai untuk meraih cita-cita, pada awalnya ketidakbetahan pun aku rasa, namun
karena dukungan orang-tua dan teman yang selalu menguatkan. Masa remaja akhir
yang kulewatkan di IAIN pun tidak berbeda jauh dengan yang lainnya, akupun
merasakan ketertarikan kepada lawan jenis, sebagaimana yang aku jalani saat SMP
dan MAN, namun yang terpenting dari semua itu ialah bagaimana aku bisa
menempatkan perasaan ini dengan sebaiknya, agar tidak salah kaprah. aku yakin
bisa menjaga dan mengendalikan perasaan ini sampai tiba saatnya nanti.
4 tahun sudah menjalani proses pendidikan di IAIN
ini, akhirnya dengan evaluasi-evalusi yang setidaknya membuat kepala ini
rasanya mau pecah, aku meraih juga gelar sarjana. Rasanya senang dan lega.
Setelah aku meraih gelar sarjana akupun melamar menjadi salah satu pegawai atau
guru disalah satu sekolah di desaku. Akupun telah sampai didepan ruangan kepala
sekolah.
Aisyah : Assalamu’alakum
KepSek : Wa’alaikumussalam. Silahkan duduk ? ada apa
nak ? .
Aisyah : begini pak, saya mau mengajak bapak untuk
bekerja sama dalam mencerdaskan anak bangsa, intinya saya mau melamar menjadi
salah satu guru di sekolah bapak. Kiranya bapak berkenan untuk menerima dan
memberikan saya kesempatan untuk menjadi guru disekolah bapak ?
KepSek : Boleh bapak lihat berkasnya ?.
Aisyah : Oooo ini pak.
KepSek : [ membuka lembar demi lembar dan sambil
tersenyum ], kamu bapak terima menjadi salah satu guru disekolah kami SMP1N
Keluang, sesuai dengan bidang kamu yakni PAI, selamat berkerja sama dan jadilah
seorang guru yang teladan.
Aisyah : Terimakasih banyak pak. Saya akan berkerja
semampu dan semaksimal mungkin dalam mencerdaskan anak bangsa yang sesuai
dengan amanat UUD dan syaria’at Islam.
KepSek : Sama-sama. Kalau begitu bapak pamit dulu,
karena masih ada pekerjaan yang harus bapak kerjakan, wassalamu’alaikum.
Aisyah : Wa’alakumussalam.
Dengan semangat yang baru dan tekad yang bulat, aku
berniat mengabdikan diriku dengan segala potensi yang ada dan
mengoptimalkannya, semaksimal mungkin, untuk menjadi guru di sebuah sekolah
yang berada di kecamatan keluang kabupaten Musi Banyu Asin, Provinsi Sumatera
Selatan.
" semoga menjadi inspirasi "
Aamiin
:'(
BalasHapus