Senin, 10 Juni 2013

Pengembangan kurikulum PAI



Kurikulum

Makalah ini dibuat sebagai tugas MID Semester
Pengembangan Kurikulum PAI
semester VI/2013
Oleh:
Megawati        :           (11210109)

Dosen Pembimbing
Dr. Mgs. H. Nazarudin, M.Ag., MM


Fakultas Tarbiyah
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah
Palembang
2013


Kurikulum
 
A.    Pendahuluan
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial), proses  pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternative prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan, dan mengevaluasi suatu kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses system perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.

Dalam pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi berdasarkan basis apa yang akan dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternatif yang menekankan pada kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan kompetensi suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat, atau permasalahan sosial. Oleh karena itu pengemangan kurikulum perlu dilakukan berlandaskan teori yang tepat agar kurukulum yang dihasilkan bisa efektif.

Didalam makalah ini secara lebih khusus akan membahas perkembangan kurikulum, pengertian kurikulum, konsep dan prinsip kurikulum, landasan kurikulum dan model kurikulum.


 
B.     Pembahasan

1.      Perkembangan kurikulum di Indonesia

Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947 yang di namai dengan rentjana pembelajaran 1947, Kurikulum 1947 ini merupakan terusan dari kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu Indonesia masih dalam psoses perjuangan merebut kemerdekaan. Indonesia pada masa itu masih memikirkan upaya untuk mengatasi pemberontakan yang terjadi dari berbagai unsur/kalangan, sehingga Indonesia masih mengadopsi/mengambil kurikulum Belanda. Yang menjadi ciri utama kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
Selanjutnya kurikulum pendidikan mengalami perubahan kembali, upaya yang di lakukan pemerintah ini merupakan perbaikan/penyempurnaan kurikulum. Kurikulum pada tahun 1952 di namai dengan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Setelah melakukan evaluasi yang panjang, ternyata kurikulum 1952 masih mengalami kekurangan disana-sini maka pada dari itu pada tahun 1964, kurikulumpun diganti, yang dinamai denganm Rentjana pendidikan 1964. Ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani. Kemudian ada pembaharuan kurikulum lagi dari pancawardhana (1964)  menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus (1968). kurikulum 1968 hanya bersifat politis saja, yaitu mengganti Rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hamalik[1] menyebutkan bahwa dalam perubahan kurikulum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
v  Tujuan filsafat pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
v  Sosial budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
v  Keadaan lingkungan (interpersonal, kultural, biokologi, geokologi).
v  Kebutuhan pembangunan POLISOSBUDHANKAM
v  Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa.
Menurut S. Nasution[2] yang di kutip dalam Jumari[3] menyebutkan bahwa perubahan kurikulum mengikuti dua prosedur, yaitu Administrative approach dan grass roots approach. Administrative approach, yaitu suatu perubahan atau pembaharuan yang direncanakan oleh pihak atasan untuk kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-guru.
Di lanjut dengan perubahan berikutnya pada tahun 1975, kurikulum ini sebagai pengganti dari kurikulum 1968. Menurut Mudjito zaman ini dikenal dengan istilah satuan pelajaran yaitu pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan intruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.[4]
Sedangkan kurikulum 1984 di kenal dengan kurikulum dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Kurikulum 1994  kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Kurikulum 2004 yang dikenal dengan KBK, namun kurikulum 2004 ini di kembangkan lagi menjadi kurikulum 2006 yang kita kenal KTSP. Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Namun baru-baru inpun kurikulum akan di ganti lagi menjadi kurikulum 2013 yang di namai dengan KBK yaitu kurikulum berbasis karakter. Jika melihat fakta ini sungguh ironis, tidak sebanding dengan fakta atas perubahan-perubahan yang sudah dilakukan sebanyak 7 kali yaitu pada tahun 1947, 1952, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 bahkan sekarang mau diganti untuk yang ke 8 kalinya.
Namun sejatinya perubahan yang di lakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan, tuntutan dunia global, mengadaptasi perubahan zaman, kurikulum sebagai alat, bukan tujuan.
2.      Pengertian kurikulum

Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yakni cucere yang berubah wujud menjadi kata benda curriculum. Kurikulum jama kata curricula, pertama kali dipakai dalam dunia atletik yang diartikan a Race Course, a Place For Runnung a Chariaot. Yakni, suatu alat yang membawa seseorang dari start sampai finish.

Kurikulum Dalam dunia pendidikan mempunyai arti adalah sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mendapat ijazah atau naik tingkat. Menurut Caster V. Good kurikulum adalah sekumpulan mata perlajaran atau sekwens yang bersifat sistematis yang diperlukan untuk lulus atau mendapatkan ijasah dalam bidang studi pokok tersebut. Sedangkan menurut Robert Jaiz kurikulum adalah serangkaian mata pelajaran yang harus dipelajari dan dikuasai.

Sedangkan menurut UU Sisdiknas tahun 2003, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan “jalur pacu” atau “kendaraan” untuk mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan dari suatu program studi.

Jadi dapat kita simpulkan bahwasannya kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran yang disusun sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

3.      Konsep kurikulum

Ada beberapa konsep di dalam kurikulum, konsep tersebut meliputi[5] :

a)      Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah
Seseorang yang telah menyelesaikan satu jenjang pendidikan dalam kenyataannya telah melalui suatu jalur pacuan yang terdiri dari atas berbagai mata pelajaran.

b)      Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran
Jalan meraih ijazah mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran dan isi pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa.

c)      Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran
Kurikulum didefinisikan sebagai suatu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses mengajar/belajar didalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau unversitas dan para anggotanya stafnya.

d)     Kurikulum sebagai hasil belajar
Semua rencana hasil belajar (learning outcomes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Tanner memandang kurikulum sebagai rekontruksi pengetahuan dan pengalaman, yang secara sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah atau universitas.
Keempat konsep tersebut sebenarnya merupakan pengertian dari kurikulum. Didalam kurikulum keempat konsep tersebut memang seharusnya ada di dalam kurikulum, jika tidak ada beberapa konsep ini di dalam kurikulum maka tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. 
4.      Landasan pengembangan kurikulum

Ada beberapa landasan di dalam pengembangan kurikulum[6] :
a)      Landasan filosofis
Filsafat boleh juga didefinisikan sebagai sebagai studi tentang realitas, hakikat ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan, hakikat keindahan, dan hakikat pikiran (Wineciff, 1988:13). Landasan filosofis pengembangan kurikulum di indonesia secara tepat kita dipastikan, yakni nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni pancasila.
b)      Landasan Sosial-Budaya-Agama
Nilai-nilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Nilai Sosial budaya masyarakat masyarakat bersumber pada hasil karya budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluakan, melestarikan, dan dan atau melepaskannya manusia menggunakan akal. Untuk melaksanakan penerima, penyebarluasan, perlestarian, atau penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial-budaya-agama, maka masyarakat memanfa’atkan pendidikan yang dirancang melalui kurikulum.
c)      Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni
Nana Sy. Sukmadinata (1988:82) menggemukakan bahwa pengembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi/materi pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
d)     Landasan Kebutuhan Masyarakat
Adanya filsafat hidup, perubahan sosial budaya agama, perubahan iptek dalam suatu masyarakat akan merubah pola kebutuhan masyarakat. Sehingga salah satu landasan perkembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang dikembangan.
e)      Landasan Perkembangan Masyarakat
Salah satu ciri dari masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin pada masyarakat tertentu perkembangan sangat lambat, tetapi masyarakat lainnya cepat bahkan sangat cepat Nana Sy. Sukmadinata (1988:66). Proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembanganya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa kelima landasan tersebut harus ada di dalam penyusunan kurikulum,  agar rencana kurikulum tersebut dapat mencapai tujuan yang maksimal.

5.      Komponen-komponen dan prinsip pengembangan kurikulum
Kompenen dan prinsip merupakan keharusan di dalam pengembagan kurikulum, komponen dan prinsip tersebut meliputi[7] :
a)      Komponen Kurikulum
Herrick (1950 dalam Taba, 1962:425) mengemukakan empat elemen yakni:
v  Tujuan
Sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikulum yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentu kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976:297)
v  Materi atau pengalaman belajar
Kurikulum formal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976:322)
v  Organisasi
Jika kurikulum sebagai rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962:290)
v  Evaluasi
Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajar).
Komponen tersebut merupakan elemen yang penting di dalam kurikulum, jika tidak ada komponjen {tujuan, materi, organisasi, dan evaluasi} dari kurikulum, maka tidak akan terjadi aktivitas di sebuah lembaga.
b)      Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum meliputi tiga unsur : 

v  Prinsip Relevansi
v  Prinsip kontinuitas
v  Prinsip fleksibilitas
Maka dapat kita simpulkan yang dimaksud dengan ketiga prinsip tersebut ialah penyusunan kurikulum harus memiliki relevansi artinya harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang diidealkan, selanjutnya mengembangkan secara kesinambungan {kontinuitas} antara pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi. Kurikulum harus mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai. [8]
6.      Model-model pengembangan kurikulum

a)      Model Administratif (Line-staff)

Model pengembang kurikulum ini berdasarkan pada cara kerja atasan-bawahan (top-down) yang dipandang efektif dalam pelaksanaan perubahan, termasuk perubahan kurikulum.
Model pengembangan kurikulum administratif, kita dapat menandai adanya dua kegiatan didalamnya: Menyiapkan seperangkat dokumen kurikulum baru,dan menyiapkan instalasi atau implementasi dokumen.

b)      Model Grass-Roots
Model ini dikenal juga dengan nama rakyat biasa (grass-roots) semua inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum dibawah ini. Model grass-root adalah model bottom-up (dari bawah ke atas). Model kurikulum grass-root cendrung berlaku dalam sistem pendidikan yang kurikulum bersifat desentralisasi atau memberikan peluang terjadi desentralisasi sebagai. Model pengembangan kurikulum grass-root dapat mengupayakan pengembangan sebagai komponen-komponen kurikulum dapat sebagian dari keseluruhan komponen, dapat pula dari seluruh komponen kurikulum.
c)      Model Beuchamp
Peran guru dalam pengembangan kurikulum dapat diwujudkan dalam bentuk-bentuk kegiatan sebagai berikut: Merumuskan tujuan khusus pengajaran berdasarkan tujuan-tujuan kurikulum diatasnya dan karakteristik pebelajar, mata pelajaran atau bidang studi, dan karakteristik situasi dan kondisi sekolah atau kealas, merencanakan kegiatan pembelajaran yang dapat secara efektif membantu pembelajar mencapai tujuan yang ditetapkan, menerapkan rencana atau program pembelajaran yang dirumuskan dalam situasi membelajaran yang nyata, mengevaluasi hasil dan proses belajar pada pembelajar, mengevaluasi intraksi antara komponen-komponen kurikulum yang di implementasikan.

d)     Model arah terbalik taba (taba’s inverted model)
Menurut model taba, pengembangan kurikulum dilaksanakan dalam lima langkah: Membuat unit-unit percobaan (producing pilot units), menguji unit-unit eksperimen (testing eksperimental units), merevisi dan mengkonsolidasi, mengembangkan jaringan kerja, memasangkan dan mendeseminasi unit-unit baru.

e)      Model rogers
Rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut dengan model relasi interpersonal rogers (rogers interpersonal relation model). Model relasi interpersonal rogers ini terderi dari empat langkah pengembangan kurikulum, yakni: Pemilihan satu sistem pendidikan sasaran, pengalaman kelompok yang intensif bagi guru, pengembangan suatu mengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelasa atau unit pelajaran, melibatkan orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif.
Model regers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum dari pada rancangan pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktifitas dan interaksi dalam pengalaman kelompok yang intensif yang terpilih[9].
Kelima model tersebut tidaklah dipakai semua di sebuah lembaga, tergantung pada lembaganya masing-masing. Jadi tinggal lembaga tersebut yang memilah-milih model yang ada. Bisa jadi semuanya di lakukan uji coba, dan dilihat yang mana yang baik untuk di terapkan di lembaganya.
C.    Penutup
Menurut UU Sisdiknas tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan “jalur pacu” atau “kendaraan” untuk mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan dari suatu program studi. Kurikulum di Indonesia sudah mengalami perubahan sebanyak 7 kali yaitu pada tahun 1947, 1952, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 bahkan sekarang mau diganti untuk yang ke 8 kalinya.
Adapun konsep di dalam kurikulum meliputi : Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah, kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran, kurikulum sebagai hasil belajar, kurikulum sebagai pengalaman belajar. Ada beberapa landasan di dalam kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan sosial-budaya-agama, landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni, landasan kebutuhan masyarakat, landasan perkembangan masyarakat. Ada yang tak kalah penting dari yang di atas bahwa di dalam pengembangan kurikulum juga harus melibatkan beberapa unsur yaitu komponen, prinsip dan beberapa model, tetapi tidak semua model di pakai. Komponen di dalam kurikulum meliputi tujuan, isi materi, organisasi, dan evaluasi, adapun prinsip kurikulum meliputi prinsip relevansi, kontinuitas, dan fleksibilitas. Selain memiliki komponen kurikulum juga memiliki beberapa model yaitu administratif, grass root, bechamp, taba dan rogers.
D.    Daftar Pustaka
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hilmi, Nurul, Dkk, 2005, Quantum Jurnal Madrasah dan Pendidikan Agama Islam, Palembang : Madrasah Development Centre.
Nasution. 1999. Asas – asas kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jumari, kang. 2007. http:// kangjumari.blogspot.com/27/12/kurikulum-di indoonesia-pembahuruan.html. di akses mei 2013




[1] Hamalik, Oemar, Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, hal.19.
[2] Nasution, Asas – asas kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara, 1999.
[3] Jumari, kang. Di akses pada tahun 2013, http:// kangjumari.blogspot.com/27/12/kurikulum-di-indoonesia-pembahuruan.html.
[4]Alvyanto, pengembangan kurikulum Indonesia, 2013, pada halaman website, http://alvyanto.blogspot.com/2010/04/perkembangan-kurikulum-indonesia-dari.html#ixzz2Pgw1t8WM
[5] Nurul hilmi, Dkk, Quantum Jurnal Madrasah Dan Pendidikan Agama Islam, Madrasah Development Centre : 2005, hal. 36-37
[6] Ibid, hal. 23-28/38-39
[7] Ibid, 39-40
[8] Depdikbid 1982, hal. 27
[9] Ibid, hal. 42
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar